Rabu, 20 Mei 2009

Kimono

Kimono (bahasa Jepang: 着物 secara harafiah: "sesuatu yang dikenakan seseorang," atau "pakaian") adalah pakaian nasional Jepang. Bagi orang Jepang, kimono lebih dikenal dengan sebutan Wafuku (bahasa Jepang: 和服 secara harafiah: "pakaian Jepang") atau Gofuku (bahasa Jepang: 呉服 secara harafiah: "pakaian dari zaman Go di Tiongkok") untuk membedakannya dengan pakaian barat (Yofuku). Kimono yang dikenal sekarang ini berbentuk seperti huruf "T," berupa mantel berkerah yang panjangnya sampai ke pergelangan kaki. Kimono untuk pria terdiri dari setelan atas-bawah, sedangkan kimono untuk wanita. berbentuk baju terusan.

Cara memakai kimono dalam bahasa Jepangnya disebut Kitsuke. Peraturan dalam memakai kimono sangatlah terinci, mulai dari jenis-jenis kimono yang sesuai dengan acaranya, hingga aksesori yang sesuai dengan jenis kimono tertentu. Belajar mengenakan kimono juga bukan hal yang mudah, sehingga di Jepang banyak terdapat tempat kursus untuk belajar pakai kimono. Di toko-toko juga banyak dijual alat-alat bantu yang memudahkan orang memakai kimono. Walaupun sebetulnya kimono dapat dikenakan sendiri tanpa bantuan orang lain, kebanyakan wanita Jepang masih harus dibantu orang yang profesional sewaktu mengenakan kimono
Bahan kain untuk kimono merupakan seni tenun tradisional Jepang yang bernilai seni tinggi. Kimono untuk kesempatan formal dibuat hanya dari bahan kain sutera kelas terbaik dan hanya dijahit dengan tangan (tidak menggunakan mesin jahit), sehingga harganya menjadi sangat mahal. Kimono juga tidak pernah dijual dalam keadaan sudah jadi, melainkan harus dipesan sesuai dengan ukuran badan pemakainya.

Bahan kain untuk kimono haruslah kain yang ditenun dengan sempurna tanpa cacat dan harus dibeli dalam satu gulungan kain dengan tidak memperhitungkan tinggi badan si pembeli. Membeli kimono dimulai dengan memilih bahan kain untuk kimono yang disebut Tanmono (bahasa Jepang: 反物, secara harafiah: "gulungan kain yang panjangnya 1 Tan"). Jika kebetulan si pemakai kimono bertubuh pendek dan ramping, setelah kimono selesai dijahit nantinya akan banyak bahan kimono yang tersisa. Sisa-sisa bahan kimono bisa dimanfaatkan oleh si pemakai kimono untuk membuat aksesori sewaktu memakai kimono, seperti tas, dompet, atau sandal.

Kimono dapat dibeli dengan harga lebih murah pada kesempatan obral bahan kain kimono kelas dua yang disebut B-Tan Ichi (bahasa Jepang: B反市 secara harafiah: "Pasar kain kelas B") untuk membandingkannya dengan bahan kimono "kelas A" yang tenunannya sempurna tanpa cacat. Walaupun bahan kain yang dibeli mempunyai sedikit cacat, penjahit kimono yang berpengalaman dapat menyembunyikan bagian tenunan yang rusak, sehingga hasil jadinya terlihat hampir sama dengan kimono dari bahan sempurna.

Belakangan ini, di toko-toko banyak dijual kimono impor jenis Yukata yang merupakan hasil jahitan mesin di pabrik. Orang-orang Jepang banyak mengenakan Yukata produk impor yang harganya murah untuk kesempatan santai seperti menyaksikan pesta kembang api.

Ukuran kimono dapat disesuaikan dengan ukuran badan si pemilik, sehingga sering kimono yang dijahit dari bahan kain berkualitas dijadikan barang warisan keluarga. Kimono bekas pakai juga masih mempunyai nilai jual tinggi. Di Jepang bisa dijumpai toko-toko yang menjual kimono bekas pakai. Pada Perang Dunia II, sewaktu penduduk kota kekurangan pangan, kimono pernah digunakan sebagai alat bayar untuk membeli bahan makanan dan bumbu dapur seperti beras, telur, miso, dan gula.
Mengingat cara mengenakan kimono yang rumit dan harga kain tradisional untuk kimono yang mahal, kimono hanya dikenakan orang-orang Jepang zaman sekarang, baik pria maupun wanita, serta anak-anak sewaktu menghadiri acara-acara istimewa seperti hari-hari besar setempat atau mengikuti kegiatan seni dan olah raga yang bersifat tradisional.

Wanita yang sudah genap berusia 20 tahun tidak akan mau melewatkan kesempatan memakai kimono Furisode yang paling indah untuk menghadiri upacara Seijin Shiki. Begitu pula orang tua dan kakek-nenek merasa berkewajiban untuk mendandani anak-anaknya memakai kimono pada perayaan anak-anak yang berusia 7, 5 dan 3 tahun yang disebut Hichi-go-san. Selain itu, kimono banyak dikenakan oleh orang-orang yang bergerak dalam bidang industri jasa dan pariwisata, seperti pelayan wanita di restoran khas Jepang (ryotei) dan pegawai penginapan khas Jepang (ryokan).

Kimono Wanita

Kimono untuk wanita terdiri dari berbagai jenis yang semuanya sarat dengan simbolisme dan isyarat-isyarat terselubung. Pilihan jenis kimono tertentu bisa menunjukkan umur si pemakai, status perkawinan (masih lajang atau sudah menikah), dan tingkat formalitas dari acara yang dihadiri.

Jenis-jenis kimono wanita disusun menurut tingkatan formalitas, mulai dari kimono yang paling formal hingga kimono santai:

* Tomesode

Tomesode adalah jenis kimono yang paling formal, umumnya berwarna hitam dan hanya dikenakan oleh wanita yang sudah menikah. Tomesode yang berwarna hitam disebut Kurotomesode. Pada kimono jenis Tomesode terdapat lambang keluarga (kamon) si pemakai. Lambang keluarga bisa terdapat 1, 3, atau 5 tempat (bagian punggung, bagian lengan, dan bagian dada) seusai dengan tingkat formalitas kimono. Ciri khas Tomesode adalah motif yang indah pada suso (bagian bawah sekitar kaki). Tomesode dikenakan untuk menghadiri resepsi pernikahan, pesta atau acara-acara yang sangat resmi.

* Furisode

Furisode adalah kimono formal untuk wanita muda yang belum menikah. Ciri khas Furisode pada bagian lengan yang sangat lebar dan menjuntai ke bawah. Bahan berwarna-warni cerah dengan motif mencolok di seluruh bagian. Furisode dikenakan pada waktu menghadiri upacara "Seijin Shiki" (hari menjadi dewasa), menghadiri resepsi pernikahan teman, upacara wisuda atau kunjungan ke kuil Shinto di hari-hari awal Tahun Baru (Hatsumode).

* Homongi

Homongi (bahasa Jepang: 訪問着, secara harafiah: baju untuk berkunjung) adalah kimono formal untuk wanita yang sudah menikah atau wanita dewasa yang belum menikah. Homongi dikenakan wanita yang sudah menikah untuk menghadiri resepsi pernikahan, pesta-pesta resmi, Tahun Baru, atau upacara minum teh.

* Iromuji

Iromuji kimono semiformal yang bisa dijadikan kimono formal jika mempunyai lambang keluarga (kamon). Lambang keluarga bisa terdapat 1, 3, atau 5 tempat (bagian punggung, bagian lengan, dan bagian dada) seusai dengan tingkat formalitas kimono. Bahan umumnya tidak bermotif dan berwarna merah jambu, biru muda, kuning muda atau warna-warna lembut lainnya. Iromuji dikenakan untuk menghadiri pesta pernikahan atau upacara minum teh.

* Tsukesage

Tsukesage adalah kimono semi formal untuk wanita yang sudah atau belum menikah. Menurut tingkatan formalitasnya, Tsukesage hanya setingkat dibawah Homongi. Tsukesage biasa dikenakan untuk menghadiri pesta pernikahan, pesta resmi, Tahun Baru, atau upacara minum teh yang sifatnya tidak begitu resmi.

* Komon

Komon adalah kimono santai untuk wanita yang sudah atau belum menikah. Ciri khas pada motif sederhana yang kecil-kecil yang berulang. Komon bisa dikenakan untuk menghadiri pesta alumni, makan malam, bertemu dengan teman-teman, atau menonton pertunjukan di gedung.

* Tsumugi

Tsumugi adalah kimono santai untuk dikenakan sehari-hari di rumah oleh wanita yang sudah atau belum menikah, walaupun boleh juga dikenakan untuk keluar rumah seperti berbelanja dan jalan-jalan. Ciri khas Tsumugi pada bahan yang merupakan bahan tenunan sederhana dari katun atau benang sutera kelas rendah yang tebal dan kasar sehingga kimono jenis ini tahan lama. Pada zaman dulu, Tsumugi digunakan untuk bekerja di ladang.

* Yukata

Yukata adalah jenis kimono santai yang dibuat dari bahan kain katun tipis tanpa pelapis yang dipakai untuk kesempatan santai di musim panas.

[sunting] Pakaian Pengantin Wanita

Pakaian pengantin wanita tradisional Jepang (Hanayome Isho) terdiri dari Furisode dan Uchikake (sejenis mantel yang dikenakan di atas Furisode). Hanayome Isho dikenakan pengantin wanita pada saat upacara dan resepsi pernikahan.

Furisode khusus pengantin yang merupakan bagian dari Hanayome Isho berbeda dengan Furisode yang dikenakan wanita muda yang belum menikah. Furisode khusus pengantin mempunyai motif-motif yang dianggap dapat mengundang keberuntungan seperti burung Jenjang (burung Tsuru), dan berwarna lebih cerah dibandingkan dengan Furisode biasa.

Shiromuku adalah pakaian pengantin wanita tradisional Jepang yang berupa Furisode yang berwarna putih bersih dan tidak bermotif.

[sunting] Kimono Pria

Kimono pria jauh lebih sederhana dibandingkan dengan kimono wanita. Kimono pria didominasi warna-warna gelap seperti hijau tua, coklat tua, biru tua, dan hitam.

* Setelan Montsuki dengan Hakama dan Haori.

Kimono pria yang paling formal disebut Montsuki yang di bagian punggungnya terdapat lambang keluarga (Kamon) si pemakai. Bawahan yang digunakan untuk Montsuki adalah celana panjang Hakama, sedangkan mantelnya disebut Haori.

Montsuki yang dipakai lengkap dengan Hakama dan Haori juga berfungsi sebagai pakaian pengantin pria. Selain sebagai pakaian pengantin pria, Montsuki lengkap dengan Hakama dan Haori hanya dikenakan pada waktu menghadiri upacara yang sangat resmi, seperti resepsi pemberian penghargaan dari Kaisar/pemerintah.

* Ki Nagashi

Ki Nagashi adalah kimono santai untuk dipakai sehari-hari yang dikenakan pria untuk keluar rumah pada kesempatan tidak resmi. Bahannya bisa terbuat dari katun atau bahan campuran. Ki Nagashi banyak dikenakan pemeran Kabuki pada saat latihan atau guru tari tradisional Jepang pada saat mengajar.

[sunting] Aksesori dan Pakaian Pelengkap untuk Kimono

* Hakama

Hakama adalah semacam celana panjang yang dikenakan pria yang juga terbuat dari bahan berwarna gelap. Hakama berasal dari daratan Tiongkok dan mulai dikenal sejak zaman Asuka. Hakama umumnya dikenakan pendeta kuil Shinto . Di kalangan olah raga tradisional Jepang seperti Kendo dan Kyudo, Hakama dikenakan baik oleh laki-laki maupun perempuan.

* Geta

Geta adalah sandal dari kayu yang dilengkapi dengan hak. Geta berhak tinggi dan tebal yang dipakai oleh Maiko disebut Pokkuri

* Junihitoe

Junihitoe adalah kimono 12 lapis yang dipakai oleh wanita Jepang zaman dulu di istana kaisar.

* Kanzashi

Kanzashi adalah hiasan rambut seperti tusuk konde yang disisipkan ke rambut sewaktu memakai kimono.

* Obi

Obi adalah sabuk dari kain yang seperti stagen yang dililitkan ke badan pemakai untuk mengencangkan kimono

* Tabi

Tabi adalah kaus kaki sepanjang betis yang dibelah dua pada bagian jari kaki untuk memisahkan jempol kaki dengan jari-jari kaki yang lain. Tabi dipakai sewaktu memakai sandal, walaupun ada Tabi dari kain keras yang dapat dipakai begitu saja seperti sepatu bot.

* Waraji

Waraji adalah sandal dari anyaman tali jerami.

* Zori

Zori adalah sandal tradisional Jepang yang bisa terbuat dari kain atau anyaman sejenis rumput (Igusa).

0 komentar: